Selasa, 07 April 2015

Metodologi Penelitian


METODOLOGI PENELITIAN

A.  PENDAHULUAN
Tanpa adanya penelitian, pengetahuan tidak akan bertambah maju. Perkembangan ilmu pengetahuan dewasa ini sangat cepat. Perubahan-perubahan terlihat begitu jelas untuk mengembangkan budaya penelitian perlu dibahas teknik maupun cara di dalam mengadakan penelitian. Awal kegiatan penelitian dimulai dengan pembuatan proposal. Proposal yang baik akan memudahkan didalam memahami masalah apa yang akan diselesaikan oleh seorang peneliti, langkah-langkah yang dilakukan, metode penelitian yang digunakan dan sebagainya.
Dalam metode penelitian, peneliti harus mengetahui dan memahami tahap-tahap penelitian. Sebagai peneliti, alangkah baiknya kita harus mengetahui pengertian dari penelitian sebelum mengetahui tahap-tahap penelitian. Ada banyak definisi mengenai penelitian yang dijelaskan dari berbagai macam buku yang berbeda-beda, tergantung dari sudut pandang dan tekanan yang diungkapkan dari masing-masing buku.
Penelitian merupakan suatu proses pencarian kebenaran ataupun pembuktian terhadap fenomena yang dihadapi dengan melalui prosedur kerja tertentu. Dengan kata lain penelitian adalah suatu pemikiran untuk melakukan kegiatan meneliti, mengumpulkan serta memproses fakta-fakta yang ada, sehingga kumpulan fakta-fakta tersebut dapat dikombinasikan oleh peneliti melalui tahap-tahap penelitian.





B.  PEMBAHASAN
Layaknya suatu kegiatan ilmiah, sebuah penelitian dilaksanakan melalui prosedur kerja terurut, baku, dan formal. Keterurutannya diperlihatkan melalui cara-cara penemuan masalah hingga penyelesaian mengacu pada langkah-langkah metode ilmiah, sehingga penelitian jenis apapun senantiasa memiliki kerangka berpikir yang sejenis dan baku. Apapun keformalannya direalisasikan dalam bentuk penulisan laporan penelitian (skripsi, tesis, dan lain-lain).[1]
1.    Rencana Penelitian
Sebelum melaksanakan penelitian harus disusun terlebih dahulu suatu rencana penelitian. Suatu perencanaan yang baik tentu saja membutuhkan pemikiran yang seksama sehingga penelitian itu seringkali memakan waktu yang lebih lama dari pada yang perkiraan semula. Ada delapan langkah dalam suatu rencana penelitian, yaitu:[2]
a.    Menentukan Latar Belakang Masalah
Masalah atau permasalahan ada kalau terdapat kesenjangan, ada perbedaan antara apa yang harus terjadi dan apa yang ada dalam kenyataan, antara harapan dan kenyataan. Penelitian diharapkan dapat memecahkan masalah itu, atau dengan kata lain dapat menutup atau setidaknya memeperkecil kesenjangan itu. Adapun cara memilih permasalahan antara lain:
1)   Identifikasi masalah
Permasalahan dapat diperoleh antara lain dari teori dan pengalaman yang pernah dialami oleh peneliti. Pemilihan persoalan ini juga dapat diperoleh dari kreasi dan ide peneliti yang kemungkinan datang dari pihak lain.
2)   Pemilihan masalah
Setelah diidentifikasi belum merupakan jaminan bahwa masalah tersebut layak dan sesuai untuk diteliti. Biasanya dalam usaha mengidentifikasi atau menemukan masalah penelitian ditemukan lebih dari satu masalah. Dari masalah-masalah tersebut dipilih salah satu, yaitu mana yang paling layak dan sesuai untuk diteliti. Jika ditemukan sekiranya hanya satu masalah, masalah tersebut juga harus dipertimbangkan layak atau tidaknya.
3)   Rumusan masalah
Setelah masalah diidentifikasi, dipilih maka perlu dirumuskan. Perumusan ini penting, karena hasilnya akan menjadi penuntun bagi langkah-langkah selanjutnya. Tidak ada aturan umum mengenai cara merumuskan masalah itu, namun dapat disimpulkan sebagai berikut:
a)    Masalah hendaknya dirumuskan dalam bentuk kalimat tanya
b)   Rumusan itu hendaknya tepat dan jelas
c)    Rumusan itu hendaknya memberi petunjuk tentang pengumpulan data guna menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terkandung dalam rumusan masalah itu.[3]
b.    Memilih Lapangan Penelitian
Pemilihan lapangan penelitian diarahkan oleh teori substantif yang dirumuskan dalam bentuk hipotesis kerja walaupun masih tentatif sifatnya. Hipotesis kerja itu baru akan dirumuskan secara tetap setelah dikonfirmasikan dengan data yang muncul ketika peneliti sudah memasuki kancah latar penelitian.
Cara terbaik yang perlu ditempuh dalam penentuan lapangan penelitian ialah dengan jalan mempertimbangkan teori substantif dan dengan memperlajari serta mendalami fokus serta rumusan masalah penelitian.
c.    Mengurus Perizinan
Pertama yang perlu diketahui oleh peneliti ialah siapa saja yang berwenang memberikan izin bagi pelaksanaan penelitian. Yang berwewenang memberi izin untuk mengadakan penelitian ada yang jalur formal dan jalur informal.
Selain mengetahui siapa yang berwewenang, segi lain yang perlu diperhatikan ialah persyaratan lain yang diperlukan. Persyaratan itu dapat berupa (1) surat tugas, (2) surat izin instansi di atasnya, (3) identitas diri seperti KTP, foto dan lain-lain, (4) perlengkapan penelitian, dan lain-lain.
Syarat-syarat lainnya yang perlu dimiliki oleh peneliti ialah syarat pribadi peneliti sendiri yaitu sikap terbuka, jujur, bersahabat, simpatik, dan empatik, objektif, dan sikap positif lainnya.[4]
d.   Perumusan kerangka teoritis
Kerangka teoritis akan membantu peneliti dalam menentukan tujuan dan arah penelitiannya, serta dalam memilih konsep-konsep yang tepat guna pembentukan hipotesa-hipotesanya.
Dalam hal ini ada dua teori, yiatu dalam penelitian yang bersifat menjelajah (exploratory) dimana pengetahuan mengenai persoalan masih sangat kurang, bahkan teorinya belum ada sama sekali, dan dalam penelitian yang bersifat menerangkan (explanatory) dimana sudah ada teori-teori yang menjadi dasar hipotesa-hipotesa yang akan diuji.
e.    Perumusan hipotesa-hipotesa
Peranan hipotesa dalam suatu penelitian adalah untuk memberikan tujuan yang tegas bagi penelitian, membantu dalam penentuan arah dan menghindari suatu penelitian yang tidak terarah dan tidak bertujuan.
Suatu hipotesa mempunyai ciri utama, yaitu kesederahaan dalam perumusan, penggunaan variabel yang tegas, kebenaran dapat diuji oleh peneliti yang lain.
f.     Pemilihan metode pelaksanaan penelitian
Dalam menentukan suatu metode pelaksanaan penelitian kita dapat memilih diantara tiga jenis metode yang ditentukan oleh maksud dan tujuan penelitian, yaitu penelitian yang bersifat menjelajah, penelitian yang bersifat deskriptif dan penelitian yang bersifat menerangkan.
g.    Perencanaan sampling
Sampling yang representatif pada dasarnya menyangkut masalah sampai dimanakan ciri-ciri yang terdapat pada sample yang terbatas itu benar-benar menggambarkan keadaan sebenarnya dalam keseluruhan dari populasi.
2.    Pelaksanaan Penelitian
Tahapan pelaksanaan penelitian meliputi proses membuat percobaan ataupun pengamatan serta memilih pengukuran-pengukuran variabel, memilih prosedur dan teknik sampling, alat-alat untuk  mengumpulkan data kemudian membuat coding, editing dan memproses data yang dikumpulkan.
Sebuah penelitian walaupun sudah dirancang dan direncanakan secara matang, kalau dalam pelaksanaannya dilaksanakan tidak mengikuti urutan dan aturan yang ada, maka hasil penelitiannya pun tidak akan akurat dan tidak akan memuaskan. Ketidakruntutan dalam proses pelaksanaan penelitian ini atau ketidak pahaman terhadap tugas yang dilaksanakan akan menghasilkan data atau hasil yang berbeda walaupun dilakukan pada subyek, tempat dan waktu yang sama. Oleh karena itu dalam melaksanakan penelitian tentunya harus mengikuti tahapan-tahapan yang sesuai, antara lain:
a.    Mencari hubungan
Mencari hubungan dalam tahapan ini dilakukan sebelum mengadakan penelitian, teknik dari pencarian hubungan ini adalah dilakukan dengan menghubungi terlebih dahulu kelompok yang akan mempergunakan hasil penelitian, karena dalam rangka untuk mendapatkan penyesuaian pemahaman terhadap masalah-masalah yang diperlukan. Dan juga menghubungi kelompok kedua yang akan memberikan informasi atau data, agar tercipta suatu kondisi yang dinamis dan saling pengertian untuk dikumpulkannya data sebaik mungkin.
b.    Mengumpulkan data
Pengumpulan data tidak lain dari suatu proses pengadaan data primer untuk keperluan penelitian. Pelaksanaan pengumpulan data dalam sebuah penelitian harus sesuai dengan metode yang telah direncanakan dan target data yang diperoleh harus sesuai dengan standar yang telah ditentukan.
c.    Mengolah dan menganalisa data
Data yang terkumpul lalu diolah. Pertama data itu diseleksi atas dasar reliabilitas dan validitasnya. Selanjutnya data yang telah lulus dalam seleksi itu lalu diatur dalam tabel, matrik dan lain-lain agar memudahkan pengolahan selanjutnya.
Metode dalam pengolahan data ini meliputi penyusunan data dan analisis data. Penyusunan data yang dimaksud adalah apakah data tersebut disusun secara kelompok atau disusun secara teratur, sedangkan analisa data yang dimaksud adalah pemilihan analisis tabulasi, analisis grafik atau analisis nomerik.
Menganalisa data merupakan suatu langkah yang sangat kritis dalam penelitian. Penelitian harus memastikan pola analisis mana yag akan digunakannya, apakah analisis statistik ataukah analisis non-statistik.
d.   Menarik kesimpulan
Kesimpulan yang diambil dari penelitian haruslah didasarkan atau hasil yang diperoleh dari analisis data yang telah dilakukan. Dalam penarikan kesimpulan hasil penelitian ini dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1)   Kesimpulan apa yang dapat ditarik dari hasil analisis data
2)   Bobot nilai kepercayaan dari kesimpulan yang diambil
3)   Pemberlakuan kesimpulan, maksudnya adalah untuk siapa kesimpulan-kesimpulan yang ditarik itu berlaku

e.    Penyusunan laporan
Penyusunan laporan ini merupakan kegiatan yang terakhir dalam penelitian, penyusunan laporan ini sangat penting dan juga mendapatkan perhatian yang serius, karena penafsiran dan pelaporan tidak akan mungkin dilakukan tanpa adanya perhatian yang seksama dari tiap langkah penelitian yang dilakukan.
3.    Penulisan Laporan Penelitian
Penulisan laporan ini sangat penting artinya karena merupakan pembuktian awal bagi kualitas penelitian untuk menilai ketepatannya dalam menyelesaikan masalah secara nyata. Oleh karena itu tidak saja hanya disusun dengan memperhatikan kaidah-kaidah laporan ilmiah, tetapi isinya juga harus mampu menyajikan sesuatu yang bermutu.
Berkaitan dengan penulisan laporan penelitian ini, betapapun baiknya pelaksanaan penelitian dan bagaimanapun menariknya hasil penelitian yang telah dilakukan, akan tetapi penilaian akhirnya baru dapat diberikan berdasarkan tulisan yang dihasilkan. Dengan demikian berarti bahwa penulisan laporan merupakan bagian yang sangat penting artinya dalam sebuah penelitian. Kemampuan menulis laporan penelitian ini tentunya sangat dipengaruhi oleh kemampuan bahasa, kemampuan berpikir logis, runtut dan selanjutnya berkait pula dengan rasa bahasa yang dimiliki, kebiasaan membaca dan kebiasaan memberikan komentar atau ulasan.[5]
Langkah-langkah penulisan laporan menurut Lincoln dan Guba, yaitu:
a.    Penyusunan materi data sehingga bahan-bahan itu dapat secepatnya tersedia apabila diperlukan
b.    Penyusunan kerangka laporan
c.    Mengadakan uji silang antara indeks bahan data dengan kerangka yang baru disusun[6]

C.  PENUTUP
Dalam sebuah penelitian terdapat tahapan-tahapan yang harus dilalui oleh seorang peneliti. Tahapan-tahapan tersebut antara lain:
1.    Perencanaan penelitian, yang meliputi tahapan menentukan latar belakang masalah, memilih lapangan penelitian, mengurus perizinan, perumusan kerangka teoritis, perumusan hipotesa-hipotesa, pemilihan pelaksanaan metode penelitian, serta perencanaan sampling.
2.    Pelaksanaan penelitian, meliputi tahapan mencari hubungan, mengumpulkkan data, mengolah dan menganalisa data, menarik kesimpulan, serta penyusunan laporan.
3.    Penulisan laporan penelitian, meliputi penyusunan materi data, penyusunan kerangka laporan, dan mengadakan uji silang antara indeks bahan data dengan kerangka yang disusun.



DAFTAR PUSTAKA
Fathoni, Abdurrahmat. 2011. Metodologi Penelitian Teknik Penyusunan Skripsi. Jakarta: Rineka Cipta.
Ghony, Djunaidi dan Fauzan Almanshur. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif: Edisi Revisi. Yogyakarta: Arruz Media.
J. Moleong, Lexy. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif: Edisi Revisi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Subana, M dan Sudrajat. 2009. Dasar-dasar Penelitian Ilmiah. Bandung: Pustaka Setia.
Tanzeh, Ahmad. 2011. Metodologi Penelitian Praktis. Yogyakarta: Teras.


[1] M. Subana dan Sudrajat, Dasar-dasar Penelitian Ilmiah (Bandung: Pustaka Setia, 2009), hlm. 47
[2] Ahmad Tanzeh, Metodologi Penelitian Praktis (Yogyakarta: Teras, 2011), hlm. 12-14
[3] Abdurrahmat Fathoni, Metodologi Penelitian Teknik Penyusunan Skripsi (Jakarta: Rineka Cipta, 2011), hlm. 11-16
[4] Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur, Metodologi Penelitian Kualitatif: Edisi Revisi (Yogyakarta: Arruz Media, 2012) hlm. 144-145
[5] Ahmad Tanzeh, op. cit., hlm 16-23
[6] Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif: Edisi Revisi (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 361-363

Studi Tokoh Pendidikan Islam Hasan al Banna

MAKALAH

HASAN AL-BANNA
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas
Dosen Pengampu        : Moch. Iskarim, M.S.I
Mata kuliah                 : Studi Tokoh Pendidikan Islam
Kelas                           : D


Disusun Oleh :
1.    Ayu Nabila                (2021 111 025)
2.    Eka Kurnia Riski       (2021 111 251)
3.    Labibah                     (2021 111 254)
4.    Dzati Ismah               (2021 111 263)


PRODI PAI
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN
2014

BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan Islam diperkirakan berkembang sejalan dengan latar belakang sejarah penyebaran agama Islam. Seperti diketahui penyebaran agama Islam berawal dari Mekkah, namun demikian baru membangun dirinya sebagai sebuah peradaban adalah di periode Madinah.
Pada awalnya pendidikan Islam berlangsung secara sederhana, dengan masjid sebagai proses pembelajaran. Sejarah menunjukkan bahwa perkembangan kegiatan kependidikan pada masa Islam klasik, telah membawa Islam untuk mencapai tingkat keemasan bagi perkembangan keilmuan klasik menuju keilmuan modern.
Kontribusi pendidikan bagi pembentukan corak dan kualitas masa depan peradaban umat manusia tidak dapat dipungkiri apalagi dinafikan. Pendidikan hingga hari ini tetap diyakini sebagai wahana strategi untuk membuka wawasan dan memberikan informasi yang berharga mengenai makna dan tujuan hidup serta norma-norma yang harus dipeganginya. Oleh karena itu, merupakan suatu keharusan apabila Islam sebagai sistem ajaran yang komprehensif sangat mengedepankan bidang pendidikan dalam kancah pergumulannya.
Adanya pengaruh peradaban Barat-modern yang sekuler ini melanda ke berbagai segi kehidupan, tidak terkecuali di bidang pendidikan. Melihat adanya pengaruh ini para tokoh pemikir muslim berusaha untuk mencari solusinya dengan memformulasikan sistem pendidikan yang bisa menghasilkan sosok individu dan masyarakat yang seimbang. Salah seorang tokoh pemikir muslim kontemporer yang menawarkan pemikiran kependidikannya adalah Hasan al-Banna, pendiri dan pemimpin gerakan Ikhwanul Muslimin.




BAB II
PEMBAHASAN
A.    Biografi
Nama lengkap Hasan al-Banna adalah Hasan bin Ahmad bin Abdur Rahman bin Muhammad Al-Banna. Hasan Al-Banna dilahirkan pada tahun 1906 M. Tanggal kelahirannya diperkirakan 25 Sya’ban 1324 H/14 Oktober 1906 M. Di Mahmudiyah Mesir.[1] Salah satu desa di wilayah Buhairoh Mesir, sembilan puluh mil sebelah barat laut Kairo. Ayahandanya bernama Syeikh Abdurrohman al-Banna, yang lebih terkenal dengan panggilan Sa’ati atau si tukang arloji.
Hassan al-Banna lahir dari keluarga yang cukup terhormat dan dibesarkan dalam suasana keluarga Islam yang taat. Pada masa kanak-kanak Hasan al-Banna dididik langsung oleh ayahnya dengan ajaran Al-Qur’an, Hadits, Fiqih, Bahasa, Tasawuf dan dituntut untuk menghafal Al-Qur’an secara penuh. Kemudian dimasukkan ke sekolah persiapan yang dirancang pemerintah Mesir menurut model sekolah dasar tanpa pelajaran bahasa asing. Dan ketika di rumah bergelut dengan perpustakaan ayahnya.[2]
Pendidikan formalnya dimulai dari sekolah agama Madrasah Al-Rasyid Ad-diniyat, lalu ia melanjutkan belajar ke sekolah menengah pertama di Muhmudiyat. Tahun 1920 ia melanjutkan belajar ke Madrasah Al-Mu’allimin Al-Awaliyat, sekolah guru tingkat pertama, di Damanhur. Lalu tahun 1923, ia pindah ke Kairo dan belajar di Dar Al-Ulum sampai selesai pada tahun 1927. Di sini ia mempelajari ilmu-ilmu pendidikan, filasafat, psikologi dan logika, serta ia juga tertarik pada masalah-masalah politik, industri, dan olah raga.[3]
Pada tahun 1927 saat usianya mencapai 21 tahun beliau tamat dari Universitas Darul Ulum dengan menyandang predikat cumlaude. Setelah itu tepatnya pada bulan September 1927 ia diangkat menjadi guru sekolah dasar di lingkungan Departemen Pendidikan tepatnya di markas terusan Suez kota Ismailiyah.[4]
Pada bulan Dzulhijjah 1346 H yang bertepatan dengan bulan Maret 1928 M, Hasan al-Banna didatangi oleh beberapa orang yang mengaku tertarik pada kepribadian dan keuletan dakwahnya. Mereka adalah Hafidz Abdul Hamid, Ahmad Al-Husyairi, Fuad Ibrahim Ismail Izz, Zaky Al-Maghriby, dan Abdurrahman Hasbullah. Beberapa orang tersebut menyatakan kesetiaannya mereka kepada Hasan al-Banna dan bermaksud menggabungkan diri ke dalam sebuah perkumpulan yang dipimpin oleh Hasan al-Banna. Dari pertemuan tersebut dimusyawarahkanlah nama sebuah organisasi, yang pada akhirnya disepakati menggunakan nama Ikhwanul Muslimin.[5]
Gerakan ini dalam perjalanan perjuangannya di Mesir mengalami beberapa hambatan dari pemerintahan Mesir sendiri setelah kekhawatiran pemerintah atas keterlibatan Ikhwanul Muslimin dalam agitasi dan kekerasan.
Pada tanggal 28 Desember 1948 M, Perdana Menteri An-Nuqrosyi Pasya terbunuh, dan tuduhan itu dialamatkan ke kelompok Ikhwanul Muslimin. Tujuh minggu setelah kejadian tersebut tepatnya tanggal 12 Februari 1949, Hasan al-Banna ditembak oleh agen-agen dinas rahasia Mesir yaitu Kolonel Mahmud Abdul Majid atas perintah raja Faruq.[6]
Karya-karya Hasan al-Banna banyak dituangkan dalam bentuk risalah, yang ditulis sepanjang masa hidupnya, dan banyak dituangkan dlam majalah Ikhawan Al-Muslimin. Risalah-risalah tersebut akhirnya dikumpulkan dan dijilid menjadi satu buku dengan judul Majmu’at Rasa’il Al-Imam asy-Syahid al-Banna.
Adapun judul dari masing-masing risalah tersebut, antara lain:
a. Da’watuna, tulisan ini secara khusus membahas tentang gerakan dakwah Ikhwan Al-Muslimin, kesucian dalam berdakwah, kasih sayang dalam dakwah, sarana dakwah dan lain-lain.
b.Ila Ayyi Sya’i Nad’u An-Nas, berisi tentang tolok ukur dakwah, tujuan hidup manusia dalam Al-Qur’an, pengorbanan, tujuan, sumber tujuan, dan lain-lain.
c. Nahwu An-Nur, berisi tentang saran-saran yang ditunjukkan kepada raja Faruq (Mesir), yakni berupa tanggung jawab seorang pemimpin, orientasi Islam, peradaban Barat dan Islam, dan kebangkitan uamt Islam, dan lain-lain.
d.      Risalat At-Ta’lim, berisi tentang sepuluh komitmen bagi para kader Ikwan dalam mencapai keberhasilan.
Selain buku utama, yang berisi kumpulan risalah di atas, juga ada buku lain yang berjudul Mudzakkirat Ad-da’wat wa Ad-Da’iyst Mudzakkirat Ad-da’wat wa Ad-Da’iyat. Buku ini berisi tentang perjalanan hidup Hasan al-Banna dan perjalanan dakwahnya. Buku ini membahas tentang perjalanan intelektual, ruhani dan jasmani dalam berdakwah. Buku ini mengambarkan tentang kepribadian, intelektual, dan gerak langkah dakwah Hasan al-Banna.[7]
B.     Setting Sosial
Hasan al-Banna penggagas gerakan Ikhwanul Muslimin merupakan salah satu tokoh Islam yang lahir bagi kebangkitan peradaban umat Islam. Kerusakan yang dibawa oleh penjajah berakumulasi dengan kerusakan oleh warisan masa kemunduran dan keterbelakangan mengakibatkan marginalnya kebudayaan Islam. Akibat penjajahan orang-orang kafir memegang kendali pendidikan dan penanaman pengaruh sehingga kondisi umat Islam memprihatinkan.
Krisis yang melanda masyarakat Islam Mesir di bidang agama, sosial, ekonomi, pendidikan dan politik, Mesir menjadi ajang pertarungan partai-partai politik dalam negri yang diciptakan oleh para elit politik. Akibat pertarungan yang tidak sehat memudarlah semangat nasionalisme dan lemahlah bangsa Mesir. Dalam bidang agama dan moral, masyarakat sudah mulai melupakan Islam sebagai way of lifenya. Mereka takut terhadap sesuatu yang berbau Islam lebih-lebih dalam kehidupan sosial politik. Sikap yang tidak agamis tersebut jelas sekali kelihatan bagi para penguasa dan orang-orang yang berpendidikan barat. Orientasi mereka tidak lagi menjalankan Islam dalam ibadah. Akibatnya merosotlah jiwaa keislaman dan persaudaraan diantara kaum muslimin.
Di bidang perekonomian rakyat Mesir lemah dan miskin sebagai akibat sumber daya alam, modal dan kontrol terhadap perekonomian Mesir dilakukan oleh Inggris. Kemiskinan tersebut sangat dirasakan sekali bagi kaum petani dan buruh. Dan dalam pendidikan terjadi dualisme dalam sistemnya. Di satu pihak sekolah-sekolah pemerintah hanya mementingkan pengetahuan umum dan mengabaikan pendidikan agama. Di pihak lain sekolah-sekolah agama pun melupakan pengetahuan umum, sehingga sistem pendidikan Mesir tidak ada balance dan membawa kepincangan.
Dalam segi politik negeri dunia Islam terpecah ke dalam kelompok-kelompok kecil, sementara ateisme subur dan imperialisme merampas negara-negara Arab untuk dieksploitasi sumber bahan mentahnya dan menjadikan negara yang dijajah sebagai tempat pemasaran barang produksinya. Maka bertitik tolak dari masalah-masalah tersebut dan dalam usahanya mencari paradigma baru guna mengembalikan kehormatan agama, negara dan persaudaraan Islam, Hasan al-Banna pewaris semangat reformis bagi kebangkitan Islam berusaha merealisasikan cita-citanya dengan membangun gerakan Ikhwanul Muslimin.[8] Sebagai bentuk antisipasi krisis yang melanda masyarakat Mesir, organisasi Ikhwanul Muslimin bergerak dibidang dakwah, tarbiyah, sosial dan jihad.[9]

C.    Metodologi Pergerakan Hasan al-Banna
Bahwa perjuangan dan pergerakan Hasan al-Banna melalui Ikhwanul Muslimin dengan menggunakan metode Dakwah dan Pendidikan Madrasah untuk merubah masyarakat dan membentuk pemimpin yang dapat mewujudkan cita-cita masyarakat muslim.
Hasan al-Banna berpandangan bahwa aspek terpenting yang direalisasikan adalah membentuk generalisasi muslim kaffah yang memahami Islam secara tepat, responship, berjuang menegakkan agama Allah dan mampu merealisasikan ajaran-Nya dalam seluruh tatanan kehidupan.
Dalam berdakwah Hasan al-Banna selalu bersikap santun dan hormat untuk menarik simpati masyarakat, kadang-kadang ia juga memberi hadiah kepada mereka. Basis-basis gerakan dan perjuangan yang dibangun melalui kampus-kampus, masjid dan madrasah muslim. Sehingga tidak mengherankan jika pengiut gerakan Ikhwanul Muslimin tidak saja dari kalangan masyarakat buruh saja, tetapi juga dari golongan profesi dan intelektual.
D.    Teori Pendidikan
Untuk mencapai pendidikan Islam dan sosiologi kepada masyarakat Mesir, Hasan Al-Banna menetapkan Institusional Approach. Tujuan pendekatan institusional ini memperhatikan bagaimana struktur dari institusi dapat menjelaskan pada perilaku keagamaan.
Adanya unsur-unsur solidaritas masyarakat yang tertarik terhadap dakwah Hasan al-Banna dengan Fungsionalisme Approach. Agama harus mempunyai fungsional bukan hanya sekedar ilusi tetapi merupakan fakta sosial yang dapat diidentifikasi dan mempunyai kepentingan sosial. Hal ini terbukti dengan semakin banyaknya anggota gerakan Ikhwanul Muslimin di berbagai cabang dengan bersandar pada pendidikan madrasahnya.[10]


E.     Ide Pokok
Salah satu motto Hasan al-Banna adalah “Lembut dalam bertutur, tegas dalam berprinsip”. Hasan al-Banna mengajukan manhaj dakwah yang menurutnya Islam itu sendiri. Dalam bukunya Risalah Baina al-Amz wal Yaum, ia menulis, “Sejujurnya, ikhwan sekalian, kita harus ingat bahwa kita berdakwah dengan dakwah Allah swt yang merupakan dakwah yang paling mulia. Kita mengajak manusia untuk memegang pemikira Islam, yang merupakan pemikiran yang paling lurus. Dan kita mengajukan syari’at Al-Qur’an kepada manusia, yang merupakan syari’at yang paling adil”.[11]
Bagi Hasan al-Banna, Islam merupakan pengabdian kepada Allah, tanah air, agama dan negara. Dengan gerakan Modernisasi Islam yang dituju oleh Ikhwanul Muslimin adalah modernisasi yang tidak mengabaikan kepribadian muslim, diantaranya melalui:
1.Aspek Agama dan Akhlak
Hasan al-Banna dengan gerakannya membina masyarakat dengan iman dan ibadah melalui kegiatan dakwah dan pendidikan. Tujuannya adalah terciptanya masyarakat yang memiliki jiwa agama yang kuat dan budi pekerti yang sempurna. Hal ini bersamaan dengan tugas Rasulullah SAW “Sesungguhnya aku diutus adalah untuk menyempurnakan akhlak”.[12]
Aspek pendidikan yang terpenting menurut Ikhwanul Muslimin ialah aspek akhlak. Mereka sangat mengutamakannya serta menganggapnya sebagai tonggak pertama untuk perubahan masyarakat. Akhlak mencakup hal-hal yang lebih luas dan lebih dalam dari aspek-aspek kehidupan, termasuk pengendalian diri, benar dalam berkata, baik dalam perbuatan, amanah dalam muamalah, berani dalam mengeluarkan pendapat, adil dalam memutuskan, tegas dalam kebenaran, bulat tekad untuk kebaikan, amar ma’ruf nahi mungkar, antusias tehadap kebersihan, menghormati peraturan dan tolong-menolong atas kebaikan dan takwa. Dan akhlak utama yang ditanamkan dalam jiwa adalah sabar, tabah, cita-cita, dan pengorbanan.[13]
2.Aspek Sosial dan Kesehatan
Pendidikan Ikhwanul Muslimin menekankan, bahwa amal untuk kebaikan masyarakat merupakan bagian dari misi seorang muslim dalam kehidupan. Bahwa setiap anggota Ikhwanul Muslimin adalah anggota yang berguna dalam masyarakatnya, ia selalu mengerjakan kebaikan dan mengajak kepadanya. Semua cabang Ikhwanul Muslimin adalah tempat bagi perbaikan masyarakat dan pelayanan bangsa dengan segala prasarana yang ada berupa pengajaran, latihan ,perbaikan, pemeliharaan dan pemberian petunjuk tentang keagamaan dan kesehatan. Yakni dengan dibangun klinik-klinik, madrasah-madrasah, masjid-masjid untuk “Bagian Perbaikan dan Pelayanan Masyarakat” di setiap cabang Ikhwanul Muslimin.[14]
3.Aspek Pendidikan
Diantara ciri dari sistem pendidikan madrasah Hasan al-Banna adalah menghormati dengan menempatkan pembentukan akal dan ilmu yang didasarkan pada Al-Qur’an dan hadits, dengan pemikiran ilmiah dalam kurikulum yang diaplikasikan terhadap warisan peradaban dan kebudayaan Islam untuk membentengi pengaruh peradaban dan kebudayaan materialis. Dan ini terletak pada perbaikan sistem pendidikan, kurikulum dan perluasan kesempatan belajar. Di bidang kurikulum dimasukkannya pendidikan agama pada sekolah-sekolah pemerintah, dimasukkannya pengetahuan umum pada pendidika/sekolah-sekolah agama sehingga hegemoni pendidikan dapat terkikis.
Hasan Al-Banna berusaha menghidupkan kembali tradisi keilmuan masyarakat Islam dengan membebaskan dari belenggu kurrofat, jumud dan tahqid sebagai media untuk membangun akal tidak hanya menggunakan institusi madrasah tetapi juga melalui masjid khalaqoh, pengajian maupun pengajaran media informasi, seperti: majalah As-Syihab, Al-Manar dan majalah Ikhwanul Muslimin.
4.Aspek Ekonomi
Dengan didirikannya perusahan tenun, pabrik pemintalan, perdagangan dan pembangunan, percetakan dan pembangunan, percetakan dan penerbitan surat kabar dan majalah, serta usaha-usaha dalam bidang pertanian. Terhadap pemerintahan mengajukan agar menasionalisasikan segala bentuk perekonomian mesin, penghapusan modal dan kontrol asing.[15]
Dalam pandangan Hasan al-Banna tentang sistem ekonomi yang independen dalam mengatur kekayaan, harta, negara dan kesejahteraan rakyat, dengan berpendoman pada ayat
Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan.” (An-Nisa’: 5)[16]
5.Aspek Politik dan Jihad
Tujuan Ikhwanul Muslimin dalam pembaharuan di bidang politik bukanlah untuk merebut kekuasaan dari tangan pemerintah yang ada. Dalam hal ini tidak mutlak diperintah oleh ulama atau tokoh partai Islam, tetapi boleh siapa saja dari orang Islam yang mampu mewujudkan pemerintahan Islam. Diterapkannya ajaran Islam pada pemerintahan Mesir sebagai suatu tuntutan fenomena yang tidak bisa dielakkan bagi pembaharuan Islam.
Dalam mewujudkan pemerintahan Islam tentu harus adanya jihad sebagai manifestasi dari iman, akhlak, dan jiwa pengorbanan. Sistem pendidikan jihad ini menekankan pada keberanian dan jiwa bekorban untuk mencapai ketaatan dan mendahulukan kepentingan jatah daripada kepentingan pribadi. Pendidikan jihad ini dipersiapkan untuk kader-kader pejuang yang handal baik di medan laga maupun di medan dakwah, tidak sebatas perang melawan penjajah tetapi juga bersifat internal yakni memerangi sikap kerusakan yang terdapat pada diri setiap muslim.
Muatan jihad dalam sistem pendidikan ini merupakan langkah persiapan dalam membentuk umat Islam yang intregrated dalam perjuangan, serta menggalang kekuatan bagi realisasi cita-cita kebangkitan peradaban Islam untuk berjiwa tangguh, ulet dan disegani lawan baik di medan perang maupun di meja diploma.[17]
F.     Pemikiran Pendidikan Hasan al-Banna
Pemikiran Hasan al-Banna tentang pendidikan tidak terlepas dari pandangannya terhadap ajaran Islam. Ajaran Islam baginya mencakup segala aspek dan menyentuh seluruh segi urusan manusia, baik untuk kehidupan dunia maupun ukhrawi. Pemahaman Hasan al-Banna terhadap ajaran agama Islam secara utuh, ia aplikasikan dalam mendidik umat Islam, tanpa memisahkan ilmu-ilmu tanziliyah dan ilmu-ilmu yang kauniyah.[18]
1.Konsep Pendidikan
Hasan al-Banna sering menggunakan istilah pendidikan dengan at-tarbiyah dan at-ta’lim. At-tarbiyah adalah proses pembinaan dan pengembangan potensi manusia melalui pemberian berbagai ilmu pengetahuan yang dijiwai oleh nilai-nilai ajaran agama. Dalam penggunaannya sering diartikan untuk pendidikan jasmani, pendidikan akal, dan pendidikan qalb. Sedangkan At-ta’lim adalah proses transfer ilmu pengetahuan agama yang menghasilkan pemahaman keagamaan yang baik pada anak didik sehingga mampu melahirkan sifat-sifat dan sikap-sikap yang positif. Seperti ikhlas, percaya diri, ketuhanan, pengorbanan, dan keteguhan. Sehingga pendidikan dipandangnya sebagai proses aktualisasi potensi Islam, yakni dapat melahirkan sosok individu yang memiliki kekuatan jasmani, akal, dan qalb guna mengabdi kepada-Nya, serta mampu menciptakan lingkungan hidup yang damai dan tentram.[19]
Maka konsep pendidikan Hasan al-Banna berkaitan dengan upaya mengintegrasikan sistem pendidikan yang dikotomis diantara pendidikan agama dan pendidikan umum. Berkaitan dengan hal tersebut, Hasan al-Banna berusaha memperbarui makna iman yang telah lapuk dengan cara kembali kepada sumber-sumber ajaran yang masih orisinil.[20] Dengan didasarkan pada Al-Qur’an dan sunah Rasul SAW serta sirah al-salaf al-shalih.[21]
2.Tujuan pendidikan
Dari rincian di atas dapat diketahui bahwa pendidikan tersebut harus menyentuh seluruh aspek kehidupan manusia yaitu: ruh, jasmani, akal pikiran. Adapun tujuan pendidikan Islam adalah ibadah kepada Allah semata sesuai dengan syariat-Nya, menegakkan khilafah dimuka bumi, saling mengenal sesama manusia, mewujudkan kepemimpinan dunia dan melaksanakan hukuman berdasarkan syari’at.
Hasan al-Banna menegaskan bahwa tujuan pendidikan yang paling pokok adalah mengantarkan anak didik agar mampu memimpin dunia, dan membimbing manusia lainnya kepada ajaran Islam yang Kamil atau komprehensif, serta memperoleh kebahagiaan di atas ajaran Islam. Secara terperinci, Hasan al-Banna menjelaskan tujuan pendidikan ini kedalam beberapa tingkatan, mulai dari tingkatan individu, keluarga, masyarakat, organisasi, politik, negara, sampai tingkat dunia. Hal tersebut diuraikan secara penjang lebar dalam kitabnya Risalat at-Ta’lim, dalam Majmu Rasail al-Imam asy-Syahid Hasan al-Banna.[22]

3.Kurikulum Pendidikan
Dalam hubungan ini, Hasan al-Banna selaku pendiri Ikhwanul Muslimin, tidak bosan-bosannya menghimbau pemerintah agar menata kembali pendidikan yang berasaskan Islam dan memperhatikan pentingnya penyusunan kurikulum yang berbeda antara siswa laki-laki dan perempuan, dan secara khusus ia memohon agar pengajaran ilmu-ilmu eksakta tidak dibaurkan dengan paham materialisme modern.
Menurutnya, reformasi kurikulum pendidikan dapat dilakukan dengan menerapkan tiga strategi:
a.       Melakukan seleksi terhadap materi-materi pelajaran. Pakar pendidikan sepakat bahwa prinsip pertama yang harus dipertimbangkan dalam memilih materi-materi pelajaran adalah tujuan yang hendak dicapai dari proses pembelajaran. Berangkat dari tujuan tersebut, pemilihan materi pelajaran menurut Hasan al-Bannā harus mempertimbangkan hal-hal berikut.
Pertama, memberikan perhatian yang lebih terhadap pelajaran agama dengan melakukan langkah-langkah yang mampu ‘mendesain’ mahasiswa menjadi tulang punggung disiplin ilmu agama, mampu mendalami dasar-dasar agama, dan memiliki kecakapan dalam memhami ajaran-ajarannya.
Kedua, membebaskan kurikulum dari imitasi terhadap sekolah-sekolah modern, dalam hal ini, menyesuaikan kurikulum al-Azhar dengan kurikulum sekolah modern dan memasukkan ilmu-ilmu modern ke dalam kurikulum.
Ketiga, membatasi pengajaran bahasa asing dengan mengajarkan bahasa-bahasa yang dibutuhkan untuk keperluan dakwah semata. Yang dimaksudkan oleh al-Bannā adalah menempatkan pembelajaran bahasa asing pada seluruh jenjang pendidikan.
b.      Menyeleksi dan menyiapkan para guru. Menurut Hasan al-Banna, reformasi kualitas para dosen dapat dilakukan dengan cara memberikan kebebasan kepada para mahasiswa di perguruan tinggi dan program spesialis untuk memilih perkuliahan dosen-dosen yang dipandang memiliki kapabilitas kelimuan tinggi. Dengan begitu, akan selalu ada kompetisi konstruktif antar dosen untuk meningkatkan kualitas dan kapabilitas, sehingga hanya yang terbaiklah yang mampu bertahan.
c.       Menyeleksi buku-buku ajar. Dapat dilakukan, di antaranya, dengan cara kembali kepada buku-buku yang kaya dengan khazanah pengetahuan dan meng-upgrade-nya dengan bahasa yang mudah dicerna dan pembahasan mendetail. Di samping itu, perlu dibentuk komisi ahli yang bertugas menyeleksi dan memilih serta menyuplai buku-buku yang mampu menambah khazanah keilmuan dan kompetensi para siswa.[23]
4.Lembaga Pendidikan
Pemahaman Hasan al-Banna terhadap ajaran agama Islam secara utuh, ia aplikasikan dalam suatu sistem pendidikan yang dinamakan “Pendidikan Khuluqiyyah”.[24] Dimana pendidikan harus berorientasi pada ketuhanan, bercorak universal dan terpadu, bersifat positif konstruktif, serta membentuk persaudaraan dan keseimbagan dalam hidup dan kehidupan umat manusia.[25]
Seperti halnya pendidikan Islam pada umumnya, Institusi Tarbiyah Khuluqiyyah juga mempunyai lembaga, baik lembaga pendidikan sekolah maupun luar sekolah. Untuk lembaga pendidikan sekolah, dilakukan melalui wadah Ikhwanul Muslimin dengan mendirikan sekolah mulai Sekolah Dasar (Ibtidaiyah) sampai Sekolah Lanjutan (Aliyah), Sekolah Teknik untuk anak laki-laki dan perempuan yang keadaannya berbeda dengan keadaan sekolah lain. Dimana ada Ma’had Hurra al-Islami yang diperuntukkan bagi pria, dan Ma’had Ummah al-Mukminin khusus untuk putri. Sedangkan pendidikan luar sekolah diselenggarakan melalui kegiatan belajar tanpa perjenjangan tapi bersifat kontinu, baik melalui keluarga, kelompk belajar, kursus kejuruan untuk anak putus sekolah, dan pendidikan kewiraswastaan bagi yang tidak mampu melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.[26]
5.Materi Pendidikan
Pada dasarnya Madrasah Hasan al-Banna berorientasi pada pengembangan seluruh potensi yang ada pada diri manusia. Hasan al-Banna menetapkan beberapa aspek sebagai bahan harapan dalam sistem  pendidikannya, antara lain.
Pertama, aspek intelegensi (akal). Perhatian mereka pada aspek ini adalah berangkat dari keyakinan bahwa Islam tidak membekukan pikiran tetapi justru membebaskan dan mendorong manusia untuk melakukan pengamatan dan observasi alam. Tidak dibedakan antara ilmu dunia dan ilmu agama. Hasan al-Banna menerapkan pengembangan pemikiran ilmiah dalam kurikulum madrasah sebagai dasar pengembangan pada aspek lainnya. Pembinaan akal dan pemikiran yang diaplikasikan dalam madrasah didasari oleh ajaran agama, peradaban Islam dan warisan kebudayaan Islam.[27]
Ilmu pengetahuan agama dan cabang-cabangnya merupakan materi pendidikan yang dapat mengembangkan potensi akal anak didik. Adapun materi pendidikan akal terdiri atas ilmu pengetahuan agama, sosial beserta cabang-cabangnya. Materi ilmu pengetahuan agama sebagai dasar pertama bagi anak didik sebelum ia mempelajari ilmu pengetahuan lainnya.
Kedua, aspek pendidikan jasmani. Potensi jasmani dengan berbagai anggotanya pada diri seseorang sangat membutuhkan pemeliharaan dan penambahan kualitas perkembangannya.[28] Berikut ini diantara tujuan dari pendidikan jasmani di madrasah Hasan al-Banna. (a) Kesehatan badan dan terhindar dari penyakit. (b) Kekuatan jasmani dan keterampilan. (c) Keuletan dan ketahanan tubuh.
Ketiga, aspek pendidikan moral. Pendidikan akhlak yang disampaikan di madrasah Hasan al-Banna bertujuan agar para anggotanya memiliki nurani yang terjaga dengan baik, sebab nurani akan dapat menjadi pengontrol bagi segala tingkah laku manusia.[29] Diantara kekhasan materi pendidikan Hasan al-Banna adalah ibadah sunah secara rutin, zikir, membaca Al-Qur’an, salat tahajud dan berdo’a, bangun malam dan beribadah.[30]
Keempat, aspek pendidikan jihad. Pendidikan jihad bukan pendidikan kemiliteran. Makna pendidikan jihad lebih luas yakni mengandung muatan iman, akhlak, jiwa, dan pengorbanan di samping disiplin dan latihan pula. Pendidikan jihad ditanamkan Hasan al-Banna melalui berbagai macam media, baik pendidikan, dakwah, maupun majalah yang difokuskan pada pengembangan semangat jihad dan rela berkorban untuk menegakkan agama Allah, lebih lanjut untuk mempersiapkan fisik anggota yang bergabung dalam “batalion jihad” yang telah terlatih dan berbekalan senjata.
Kelima, aspek pendidikan politik. Dalam madrasah Hasan al-Banna, pendidikan politik mendapat perhatian yang cukup besar. Karena Hasan al-Banna merasa terpanggil untuk dapat berjuang meluruskan persepsi yang kurang benar; yang memungkinkan pemisahan antara agama dan negara. Pendidikan politik  yang diberikan didasarkan pada beberapa prinsip, diantaranya: (a) memperkuat kesadaran dan perasaan wajib untuk membebaskan negara Islam dari penjajahan; (b) membangkitkan kesadaran dan perasaan atas wajibnya mendirikan pemerintahan Islam; (c) membangkitkan kesadaran dan perasaan akan wajib terwujudnya kesatuan Islam.
Keenam, aspek pendidikan sosial. Pendidikan sosial adalah sarana efektif untuk mengubah manusia dan mengajarkannya berbagai macam cara hidup bersama orang lain dan bagaimana menciptakan jaringan interaksi dalam melaksanakan aktivitas bersama. Hasan al-Banna mewajibkan para anggotanya untuk berakhlak sosial, seperti al-Muakhah, al-Tafahum, dan al-Takaful.[31]
6.Karakteristik Pendidik
Menurut Hasan al-Banna, keberhasilan pembinaan yang dilakukan adalah karena adanya guru atau pendidik yang baik. Pendidik yang baik ditandai dengan beberapa kriteria, diantaranya ia harus memliki:
a.    Pemahaman Islam yang benar
b.   Niat yang ikhlas kepada Allah
c.    Aktivitas hidup dan kehidupan yang dinamis
d.   Kesanggupan dan menegakkan kebenaran
e.    Pengorbanan jiwa, harta, waktu, kehidupan, dan segala sesuatu yang dimilikinya
f.    Kepatuhan dan menjalankan syariat Islam
g.   Keteguhan hati
h.   Kemurnian pola pikir
i.     Rasa persaudaraan yang berdasarkan ikatan akidah, dan
j.     Sifat kepemimpinan
Menurutnya salah satu keberhasilan pendidikan ditentukan oleh kualitas pendidik, baik kualitas dari segi keilmuan maupun kualitas keteladanan atau akhlaknya. Oleh karena itu, pendidik dituntut untuk senantiasa bekerja secara profesional, yakni memiliki kompetensi, komitmen, wawasan, visi, sikap, dan penampilan yang sesuai dengan kultur lingkungannya.
7.Metode Pendidikan
Metode yang ditawarkan oleh Hasan al-Banna meliputi enam metode, yaitu:
a.    Metode diakronis, yaitu metode pengajaran yang menonjolkan aspek sejarah. Metode ini memberi kemungkinan ilmu pengetahuan sehingga anak didik memiliki pengetahuan yang relevan, memiliki hubungan sebab akibat atau kesatuan integral. Oleh karena itu, metode ini disebut juga dengan metode sosio-historis.
b.   Metode sinkronik-analitik, yaitu metode pendidikan yang memberi kemampuan analisis teoritis yang sangat berguan bagi perkembangan keimanan dan mental-intelektual. Metode ini banyak menggunakan teknik pengajaran seperti diskusi, lokakarya, seminar, resensi buku dan lain-lain.
c.    Metode hallul musykilat (problem solving), yaitu metode yang digunakan untuk melatih anak didik berhadapan dengan berbagai masalah dari berbagai cabang ilmu pengetahuan sehingga metode ini sesuai untuk mengembangkan potensi akal, jasamani, dan qalb.
d.   Metode tajribiyyat (empiris), yaitu metode yang digunakan untuk memperoleh kemampuan anak didik dalam mempelajari ilmu pengetahuan agama dan ilmu pengetahuan umum melalui realisasi, aktualisasi, serta internalisasi sehingga menimbulkan interaksi sosial. Metode ini juga sangat cocok untuk pengembangan potensi akal, hati, dan jasmani.
e.    Metode al-istiqraiyyat (induktif), yaitu metode yang digunakan agar anak didik memiliki kemampuan riset terhadap ilmu pengetahuan agama dan umum dengan cara berpikir dari hal-hal yang khusus kepada hal-hal yang umum, sehingga metode ini sesuai untuk mengembangkan potensi akal dan jasmani.
f.    Metode al-istinbathiyyat (deduktif), yaitu metode yang digunakan untuk menjelaskan hal-hal yang umum kepada hal-hal yang khusus, kebalikan dari metode induktif.[32]

G.    Analisis Pemikiran
Pemikiran Hasan al-Banna dapat dikategorikan kedalam pemikiran rasional religius, yakni mengedepankan akal dengan tetap berpegang teguh pada sumber ajaran agama yaitu al-Qur’an dan Sunnah. Pemikiran Hasan al-Banna dalam hal pendidikan dapat dikategorikan ke dalam aliran rekontruksionisme yaitu suatu aliran yang berusaha mengatasi krisis kehidupan modern dengan membangun tata susunan hidup yang baru melalu lembaga dan proses pendidikan. Adapun teori dan ide pokok kependidikan yang ditawarkannya sangat ideal dan relevan untuk saat ini, hal ini terlihat adanya aspek-aspek yang diterapkannya melalui pendidikan madrasah, disana terdapat keseimbangan antara pengetahuan umum dan pendidikan agama.
Dari konsep pemikirannya di atas dapat dikatakan bahwa Hasan al-Banna adalah tokoh pendidikan pembaruan pendidikan Islam yang ‘terbuka’ pada konsep pendidikan modern. Hal itu terlihat pada konsep madrasah (pendidikan formal) yang dikembangkan oleh Ikhwanul Muslimin, seperti berdirinya Ma’had Hira, Madrasah Ummahat al-Mu’minin, serta memorandum yang disampaikannya kepada al-Azhar tentang pentingnya penataan ulang kurikulum bagi lembaga pendidikan tinggi tertua tersebut. Meskipun demikian, pada waktu yang bersamaan, al-Banna juga tetap memertahankan urgensi pendidikan tradisional (berbasis halaqah). Bahkan, model pendidikan ini dijadikannya sebagai ciri-khas pendidikan “integral-aplikatif” bagi seluruh anggota Ikhwanul Muslimin hingga pada hari ini.
Konsep pendidikan Hasan al-Banna adalah konsep pembebasan dari kebodohan, penindasan dan penjajahan dalam aspek ekonomi, politik, kebudayaan, dan lain sebagainya serta konsep pendidikan sebagai alat untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia yang relevan sepanjang zaman dan diterima oleh bangsa apapun.     
Pemikiran Hasan al Banna terkait dengan pendidikan di Indonesia, dapat dikaitannya dengan UU No. 22 tahun 1999, mengenai otonomi daerah dan implikasinya terhadap pendidikan, masih relevankah konsep pendidikan Hasan al-Banna diterapkan pada masa sekarang ini dengan memasukkan pendidikan umum dan pendidikan agama. Konsep kependidikan yang diterapkan melalui madrasahnya sangat mendukung bagi pemulihan hak kemerdekaan masyarakat Islam. Ini sangat relevan untuk diterapkan pada masa sekarang ini. Namun kita juga tidak lepas dari obyek pendidikan, subyek pendidikan dan pembuat kebijakan kurikulum.
Salah satu contoh pada pendidikan di Indonesia saat ini menggunakan kurikulum 2013 yang tidak hanya memasukan ilmu pengetahuan umum saja, namun sekarang juga menambah jam pelajaran pada mata pelajaran agama. Selain itu bisa dibuktikan dengan adanya sekolah-sekolah madrasah ibtidaiyah sampai madrasah aliyah yang mempelajari tidak hanya ilmu agama, namun juga ilmu pengetahuan umum. Sekarang ini juga banyak perguruan tinggi atau universitas Islam yang membuka fakultas-fakultas ilmu umum.
Sedangkan metode pembelajaran yang ditawarkan oleh Hasan al-Banna seperti metode diakronis, sinkronik analitik, problem solving, empiris, induktif maupun deduktif masih relevan dengan pembelajaran masa kini, yang dapat dilihat penerapannya dalam metode pembelajaran dalam kurikulum 2013 yang bertujuan untuk mengembangkan segala aspek dalam setiap peserta didik.
 Tujuan pendidikan yang dikemukakan oleh Hasan al-Banna yakni menjadikan peserta didik menjadi manusia yang insan kamil yang beribadah kepada Allah, menegakkan khilafah di muka bumi serta kepedulian sosial, masih sangat relevan hingga saat ini. Tujuan pendidikan tersebut tergambarkan dalam tujuan pendidikan nasional Indonesia, dimana terdapat kesamaan dalam aspek yang hendak dituju dari uatu pendidikan yakni aspek spiritual, intelektual, moral, jasmani serta sosial.
BAB III
KESIMPULAN
Nama lengkap Hasan al-Banna adalah Hasan bin Ahmad bin Abdur Rahman bin Muhammad Al-Banna. Tanggal kelahirannya diperkirakan 25 Sya’ban 1324 H/14 Oktober 1960 M. Di Mahmudiyah Mesir. Salah satu desa di wilayah Buhairoh Mesir, sembilan puluh mil sebelah barat laut Kairo. Ayahandanya bernama Syeikh Abdurrohman al-Banna. Dan pada tanggal 12 Februari 1949, Hasan al-Banna ditembak oleh agen-agen dinas rahasia Mesir yaitu Kolonel Mahmud Abdul Majid atas perintah raja Faruq.
Karya-karya Hasan al-Banna banyak dituangkan dalam bentuk risalah, dijilid menjadi satu buku dengan judul Majmu’at Rasa’il Al-Imam asy-Syahid al-Banna. Da’watuna, Ila Ayyi Sya’i Nad’u An-Nas, Nahwu An-Nur, Risalat At-Ta’lim. Selain karya tentang risalah ada juga karya Mudzakkirat Ad-da’wat wa Ad-Da’iyst Mudzakkirat Ad-da’wat wa Ad-Da’iyat, buku ini berisi tentang perjalanan hidup Hasan al-Banna dan perjalanan dakwahnya.
Bahwa perjuangan dan pergerakan Hasan al-Banna melalui Ikhwanul Muslimin dengan menggunakan metode Dakwah dan Pendidikan Madrasah. Teori pendidikan yang digunakan oleh Hasan al-Banna untuk mencapai pendidikan Islam dan sosiologi kepada masyarakat Mesir, Hasan Al-Banna menetapkan Institusional Approach. Serta adanya unsur-unsur solidaritas masyarakat yang tertarik terhadap dakwah Hasan al-Banna dengan Fungsionalisme Approach.
Ide pokok dari Hasan al-Banna dengan gerakan Modernisasi Islam yang dituju oleh Ikhwanul Muslimin adalah modernisasi yang tidak mengabaikan kepribadian muslim, diantaranya melalui: aspek agama dan akhlak, aspek sosial dan kesehatan, aspek pendidikan, aspek ekonomi, dan aspek politik dan jihad.
Sedangkan pemikiran Hasan al-Banna terhadap pendidikan meliputi konsep pendidikan, tujuan pendidikan, kurikulum pendidikan, lembaga pendidikan, materi pendidikan, karakteristik pendidik, serta metode pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Qardhawy, Yusuf. 1980. Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan Al-Banna. Jakarta:−
Kurniawan dan Erwin Mahrus, Syamsul. 2011. Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Maunah, Binti. 2011. Perbandingan Pendidikan Islam. Yogyakrata: Teras
Mohammad dkk, Herry. 2006. Tokoh-tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20. Jakarta: Gema Insani
Nizar, Ramayulis dan Samsul. 2005. Tokoh Pendidikan Islam: Mengenal Tokoh Pendidikan di Dunia Islam dan Indonesia. Jakarta: Quantum Teaching
http://qalamediaonline.blogspot.com/2012/09/pendidikan-islam-dalam-pemikiran-hasan_17.html, diakses tanggal 20 April 2014, pukul 10:05:40




[1] Binti Maunah, Perbandingan Pendidikan Islam (Yogyakarta: Teras, 2011), hlm. 267
[2] M. Sugeng Sholehuddin, Reinventing Kepemimpinan dalam Pendidikan Islam (Pekalongan: STAIN Press, 2010), hlm. 191
[3] Binti Maunah, loc. cit.,
[4] M. Sugeng Sholehuddin, op. cit., hlm 192
[5] Syamsul Kurniawan dan Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011) hlm.
[6] M. Sugeng Sholehuddin, loc. cit.,
[7] Binti Maunah, op. cit., hlm. 268-269
[8] M. Sugeng Sholehuddin, op. cit., hlm 192-193
[9] Ramayulis dan Samsul Nizar, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam: Mengenal Tokoh Pendidikan di Dunia Islam dan Indonesia (Jakarta: Quantum Teaching, 2005), hlm. 88
[10] M. Sugeng Sholehuddin, op. cit., hlm. 195-196
[11] Herry Mohammad, dkk, Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20 (Jakarta: Gema Insani, 2006) hlm.201-203
[12] M. Sugeng Sholehuddin, op. cit., hlm. 196
[13] Yusuf Al-Qardhawy, Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan Al-Banna (Jakarta:-, 1980) hlm. 47-59
[14] Ibid, 77-78
[15] M. Sugeng Sholehuddin, op. cit., hlm. 198
[16] Herry Mohammad dkk, op. cit., hlm. 204
[17] M. Sugeng Sholehuddin, op. cit., hlm. 198-199
[18] Ramayulis dan Samsul Nizar, op. cit., hlm. 89
[19] Binti Maunah, op. cit., hlm. 270-271
[20] Syamsul Kurniawan dan Erwin Mahrus, op. cit., hlm. 162
[21] Ramayulis dan Samsul Nizar, op. cit., hlm. 92
[22] Binti Maunah, op. cit., hlm. 271-272
[23] http://qalamediaonline.blogspot.com/2012/09/pendidikan-islam-dalam-pemikiran-hasan_17.html,  diakses tanggal 20 April 2014, pukul 10:05:40.
[24] Ramayulis dan Samsul Nizar, op. cit., hlm. 89
[25] Binti Maunah, op. cit., hlm 271
[26] Ramayulis dan Samsul Nizar, op. cit., hlm 90-91
[27] Syamsul Kurniawan dan Erwin Mahrus, op. cit., hlm. 163-165
[28] Binti Maunah, op. cit., hlm. 273-274
[29] Syamsul Kurniawan dan Erwin Mahrus, op. cit., hlm. 165-166
[30] Ramayulis dan Samsul Nizar, op. cit., hlm. 97
[31] Syamsul Kurniawan dan Erwin Mahrus, op. cit., hlm.  167-172
[32] Binti Maunah, op. cit., hlm. 274-278